JAKARTA – Faktainvestigasi | Jalintar Simbolon SH, Penasehat Hukum Agus Darma Wijaya, korban penganiayaan di Maxwell MXLA 028 oleh puluhan preman Summarecon terkejut saat menerima Surat nomor B/7055/VI/RES.1.24/2022/Ditreskrimum yaitu Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) nomor SP.Sidik/932/VI/2022/PMJ/Ditreskrimum tanggal 8 Juni 2022 yang di tandatangani oleh (AKBP) Jerry Raimond Siagian, SH, SIK, MH dan menurut Jalintar kliennya
Agus Darma Wijaya belum dimintai keterangan (BAP) oleh pihak penyidik” Kata Jalintar Simbolon Kamis,(16/06/2022)

“Bagaimana bisa laporan Valentinus Jandut, SH langsung digelar perkara lalu naik proses penyidikan, sementara klien saya Agus Darma selaku terlapor belum pernah dipanggil apalagi di BAP bahkan saksi saksi terlaporpun tidak ada, ada apa dengan penyidik,” ungkap Jalintar.

Prosedur hukum ini keliru juga disinyalir ada kejanggalan oleh pihak penyidik Jatanras Polda Metro Jaya sementara yang hanya mendengarkan dari sebelah pihak pelapor saja. Menurutnya, laporan Valentinus Jandut, SH dengan nomor LP: B/2137/IV/SPKT/ POLDA METRO JAYA tanggal 26 April 2022 disinyalir berunsur rekayasa, dipaksakan dan cacat formil sehingga seharusnya ditolak oleh pihak kepolisian.

Mengapa ?

Pertama, pelapor Valentinus Jandut, SH tidak disebutkan selaku kuasa hukum untuk mewakili siapa? Karena yang bermasalah dengan konsumen bukan Valentinus Jandut langsung, melainkan atas perintah dan kebijakan pihak pengembang (PT. Summarecon). Dengan begitu LP pelapor dinilai cacat formil.

Kedua, pelaporan terkait buntut kasus pengosongan paksa rumah Maxwell MXLA 028 dimana Agus Darma Wijaya selaku korban laporannya sedang ditangani pihak Penyidik Polres Tangsel dugaan Pasal 170 KUHP, Penyidik Harda Unit 2 Polda Metro Jaya dugaan Pasal 363 KUHP dan atau Pasal 335 KUHP, dan juga tengah dalam proses persidangan perdata di PN Tangerang.

Ketiga, tuduhan terhadap Agus Darma Wijaya diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan atau Pasal 335 KUHP sangat bertentangan dengan fakta kebenaran, Agus Darma Wijaya hanya menolak pengosongan paksa atas rumah Maxwell 028 dimana klien saya pertanyakan surat keputusan Pengadilan Negeri Tangerang .

Dan mereka tidak dapat menunjukan dan membuktikan, dan tidak ada surat ijin permohonan pendampingan para pihak Polri, Kejaksaan, Satpol PP, TNI dalam proses eksekusi paksa rumah Agus Darma Wijaya, mereka melakukan dengan menyerang dan memaksa dilengkapi alat alat seperti linggis, Gurinda, Mesin Diesel, Palu dan Bor, sehingga Agus Darma Wijaya putus asa mengambil pisau dapur yang ada dirumahnya dengan mengancam dirinya bukan mengancam preman Summarecon dan untuk mencari keadilan, perlindungan ketika hukum tidak mereka harga, pihak Summarecon mengabaikan tidak menghormati hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Tangerang.

Oleh sebab itu Agus Darma Wijaya berusaha melindungi dirinya, anak istrinya, harta benda dengan pisau ditaruh dilehernya karena mereka terus mendesak akan melakukan eksekusi paksa secara preman dan sepihak dengan jumlah lebih dari 30 sampai 40 orang, terbukti perbuatan mereka ketika Agus Darma Wijaya telah mereka aniaya, diseret dari rumahnya mereka dengan leluasa merusak garasi rumah dengan Gurinda, Las, Mesin Diesel, Linggis dan masuk paksa dari jendela, merusak pintu utama lalu menjarah harta benda, jadi jelas apa yang dilakukan Agus Darma Wijaya itu Noodweer ungkap Jalintar tegas

Oleh karena itu dari
ketiga alasan tersebut, Jalintar menyatakan sebagai Terlapor Kliennya Agus Darma Wijaya merasa laporan Vincentius Jandut, SH. obscure libel error in persona dan cacat formil dan meminta pihak penyidik terkait di kepolisian Polda Metro Jaya untuk memegang teguh protap dan prosedur institusi demi nama baik corp kepolisian diharapkan menjujung tinggi nilai keadilan dan hukum berdasarkan Azas praduga tak bersalah berdasarkan fakta dan bukti lapangan.

Sebagaimana bunyi pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara Republik Indonesia berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

“Hukum haruslah ditegakkan oleh instansi penegak hukum yang memiliki tugas untuk dapat menjamin kepastian hukum itu sendiri. Demi tegaknya ketertiban maupun keadilan yang hadir dalam hidup masyarakat”, tukas Jalintar.

Sebagai Langkah hukum dan demi rasa keadilan masyarakat Jalintar Simbolon akan melaporkan permasalahan ini kepada pihak Ka Div Propam Mabes Polri dan meminta Mabes Polri menggelar ulang perkara di Mabes Polri juga mengundang kami hadir dalam proses gelar ulang.

“Kebenaran harus diperjuangkan, tidak ada pilihan lain, saya akan buat pengaduan kepada Ka. Div. Propam, Kapolri dan Presiden Joko Widodo,’’ Tuturnya.

Disisi lain Agus Darma menyatakan “Anak saya mengalami Trauma dan terganggu Psikisnya karena melihat semua perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh preman Sumarecon pada saat eksekusi paksa terhadap rumah kami dengan adanya penganiayaan dan diseret paksa terhadap saya, pengrusakan rumah kami, penjarahan harta benda sampai baju sekolah, sepatu sekolah, buku – buku pelajaran, anak saya menyaksikan semua itu dan sampai saat ini anak mengalami tekanan mental dan depresi dan saya akan melaporkan terkait anak saya kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)” Ucapnya.

Sementara itu ditempat terpisah Ahli Hukum Pidana Dr.(c) Anggreany Haryani Putri, SH.MH menjelaskan “Noodweer adalah suatu tindakan kriminal yang dilakukan seseorang dalam upayanya untuk melakukan suatu pembelaan diri dari ancaman seseorang yang menyangkut harta, benda maupun kesusilaan diri sendiri maupun orang lain pada waktu yang bersamaan dan dalam keadaan yang sudah sangat terpaksa sehingga sudah tidak ada lagi pilihan selain untuk melakukan tindakan untuk membela diri” Ujarnya, Kamis, (16/06/2022)

Terkait dilaporkannya Agus Darma Wijaya di SPKT/ POLDA METRO JAYA oleh Vincentius Jandut, SH tanggal 26 April 2022 terkesan Kabur dan dipaksakan.

Dikatakannya oleh Ahli Hukum Pidana Dr.(c) Anggreany pada Pasal 49 KUHP tersebut mengatur mengenai perbuatan Pembelaan Darurat atau Pembelaan Terpaksa Noodweer untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda .

Oleh sebab itu apa yang di alami oleh Agus Darma dikatakannya Noodweer dengan kata lain bisa juga disebut dengan istilah “Bela Paksa dan perlu diketahui Noodweer diatur dalam KUH Pidana pada pasal 49, dari situ kita dapat melihat definisi atau penjelasan dari Noodweer , dan dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa Noodweer termasuk dalam alasan Peniadaan Pidana, yaitu suatu alasan yang dapat membuat seseorang tidak dapat dipidana walaupun telah melakukan kesalahan atau tindakan pidana,” Tutupnya.(Bamsur)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *